Senin, 16 April 2012

Seandainya Nazaruddin Bukan Nazaruddin

Beberapa hari yang lalu, saya terlibat pembicaraan serius dengan beberapa teman saya. Bak Perkumpulan pengamat politik, Entah mengapa pembicaraan kami langsung tertuju kepada Nazaruddin. Itu loh....Tersangka dugaan kasus korupsi dengan kasus suap Wisma Atlet Sea Games di Palembang - Sumatera Selatan.
g tau kenapa, tiba-tiba saya langsung berceletuk, Kenapa sich Nazaruddin baru dijemput disaat ia mulai mau "BERNYANYI" ??

Nazaruddin emang kocak...namanya menjadi headline berbagai media, tidak peduli cetak maupun elektronik kala itu. Rupanya Bang Nazaruddin ketika ditangkap, dia baru saja ingin berpesiar melihat keindahan wanita berbikini di Cartagena, Kolombia.. *eghmm...asoy banget.Bang Nazar ini hampir sudah keliling dunia, ke Singapura  udah, ke Vietnam udah, terus Kamboja, singgah di Spanyol, malah sempet-sempetnya makan bakso plus Skype-an di Dominika. #heeeheeheeee........

Tersangka dugaan kasus korupsi Wisma Atlet Sea Games di Palembang ini sempat-sempatnya Ber"Nyanyi" dalam pelariannya. Nyanyian Nazaruddin benar-benar membuat was-was politisi negeri ini, dan membuat mereka kebakaran jenggot. Nama-nama beken diseretnya, mulai dari Anas Urbaningrum, Chandra M. Hamzah, dan tak ketinggalan artis cantik sekaligus politisi Angelina Sondakh pun dibeberkan namanya. Bang Nazaruddin seolah takut sendiri.  
"Selama masih ada pihak lain yang terlibat, mengapa harus menanggung semuanya sendirian?"

Bang Nazar memang berhasil ditangkap. Sandiwara pelarian pun berakhir, tapi tidak dengan kasusnya. Yang Jadi pertanyaan dibenak saya... "Mengapa sich Bang Nazar harus ditangkap di negara nun jauh di sana dari Indonesia? Mengapa tidak ketika Dia mampir di Singapura saja, atau masih saat berada di negara-negara Asia, supaya biayanya lebih murah.
Pemerintah terpaksa menggelontorkan dana 4 M hanya untuk memulangkannya. Huhhh.. seandainya saja naik pesawat komersial, mungkin tidak usah sampai segitu dananya.

Saya jadi ingat kasus Ruyati. TKW kita di Arab Saudi sana, yang baru terkenal namanya setelah kepala telah terpisah dari badan ketika dihukum pancung oleh pemerinta Arab Saudi. Atau mungkin dengan kasus Mbo' Darsem. TKW ini lebih beruntung karena pemerintah bersedia menebusnya dengan dana 4,3 milyar, sehingga hukuman pancung tidak jadi mengenainya. Ditambah Mbo' Darsem mendapat durian runtuh dari masyarakat Indonesia sebesar 1,9 milyar yang empati terhadapnya. Sungguh beruntung Mbo' Darsem.

Ironinya, Jika pemerintah cepat bertindak dengan segera mentrasfer uang 4 milyar, berharap Nazaruddin segera menuntaskan  "Nyanyian"-nya, mengapa tidak dengan para TKW kita? Bersusah payah keluarga korban mengadukan nasibnya, namun tanggapan pemerintah terkadang tidak seperti yang diharapkan. Padahal di luar sana, mungkin masih banyak "Ruyati-Ruyati" lain yang tercengung, menunggu uluran tangan serta bantuan.
Atau mungkin lebih tepat kita mengambil perumpamaan dengan kasus Shafa Azalia dan Azka. Mereka adalah 2 balita yang menderita sindrom Guillain-Barre (GBS). Azalia menunggak biaya Rp 300 juta sementara Azka memerlukan Rp 107 juta. Mengapa Pemerintah kita seolah menutup mata dan telinga mereka atas kasus ini?. Memikirkan nasib Azalia dan Azka yang tidak mampu membayar serta respon pemerintah yang tidak mungkin diharapkan, Di sini malah masyarakat yang tergerak untuk meringankan beban mereka dengan membentuk komunitas "Seribu Rupiah" untuk Azalia-Azka. dan Alhamdulillah, di hari pertama komunitas ini berhasilkan mengumpulkan dana kurang lebih 100 juta rupiah.
Yang jadi pertanyaan? di manakah Para Pesohor Negeri Ini ?? 

Dalam kasus Mbo' Darsem dan Azalia-Azka, masyarakat cepat sekali memberikan respon positif. Sumbangan sukarela pun dikelola. Karena apa? yah itu tadi, mengharapkan pemerintah bertindak cepat, sementara rakyat sudah bosan. Rasa-rasanya, belum pernah saya dengar, rakyat mau iuran memulangkan koruptor yang pergi kelayapan ke luar negeri. Toh, tanpa iuran, sang tersangka pasti bisa pulang sendiri.

Seandainya saja Nazaruddin bukan Nazaruddin, Tersangka kasus suap ataupun mantan bendahara umum salah satu partai besar di negeri ini. Seandainya Nazaruddin adalah salah satu dari kasus Ruyati ataupun pengidap GBS seperti Azalia-Azka, mungkin dana 4 milyar tidak secepat itu bakal berpindah tangan. Seandainya saja dia adalah Ruyati, sampai berlumut di Kolombia pun, pasti tak ada yang ingat namanya. Tapi, begitulah "Ironi Bangsa Ini". Mau diapakan lagi.... 4 milyar sudah dikeluarkan, semoga ini tidak menjadi sia-sia. Kasus yang dulu sempat dihebohkan, harusnya cepat diselesaikan.

@relocate B 1141 VFI