Senin, 16 April 2012

Seandainya Nazaruddin Bukan Nazaruddin

Beberapa hari yang lalu, saya terlibat pembicaraan serius dengan beberapa teman saya. Bak Perkumpulan pengamat politik, Entah mengapa pembicaraan kami langsung tertuju kepada Nazaruddin. Itu loh....Tersangka dugaan kasus korupsi dengan kasus suap Wisma Atlet Sea Games di Palembang - Sumatera Selatan.
g tau kenapa, tiba-tiba saya langsung berceletuk, Kenapa sich Nazaruddin baru dijemput disaat ia mulai mau "BERNYANYI" ??

Nazaruddin emang kocak...namanya menjadi headline berbagai media, tidak peduli cetak maupun elektronik kala itu. Rupanya Bang Nazaruddin ketika ditangkap, dia baru saja ingin berpesiar melihat keindahan wanita berbikini di Cartagena, Kolombia.. *eghmm...asoy banget.Bang Nazar ini hampir sudah keliling dunia, ke Singapura  udah, ke Vietnam udah, terus Kamboja, singgah di Spanyol, malah sempet-sempetnya makan bakso plus Skype-an di Dominika. #heeeheeheeee........

Tersangka dugaan kasus korupsi Wisma Atlet Sea Games di Palembang ini sempat-sempatnya Ber"Nyanyi" dalam pelariannya. Nyanyian Nazaruddin benar-benar membuat was-was politisi negeri ini, dan membuat mereka kebakaran jenggot. Nama-nama beken diseretnya, mulai dari Anas Urbaningrum, Chandra M. Hamzah, dan tak ketinggalan artis cantik sekaligus politisi Angelina Sondakh pun dibeberkan namanya. Bang Nazaruddin seolah takut sendiri.  
"Selama masih ada pihak lain yang terlibat, mengapa harus menanggung semuanya sendirian?"

Bang Nazar memang berhasil ditangkap. Sandiwara pelarian pun berakhir, tapi tidak dengan kasusnya. Yang Jadi pertanyaan dibenak saya... "Mengapa sich Bang Nazar harus ditangkap di negara nun jauh di sana dari Indonesia? Mengapa tidak ketika Dia mampir di Singapura saja, atau masih saat berada di negara-negara Asia, supaya biayanya lebih murah.
Pemerintah terpaksa menggelontorkan dana 4 M hanya untuk memulangkannya. Huhhh.. seandainya saja naik pesawat komersial, mungkin tidak usah sampai segitu dananya.

Saya jadi ingat kasus Ruyati. TKW kita di Arab Saudi sana, yang baru terkenal namanya setelah kepala telah terpisah dari badan ketika dihukum pancung oleh pemerinta Arab Saudi. Atau mungkin dengan kasus Mbo' Darsem. TKW ini lebih beruntung karena pemerintah bersedia menebusnya dengan dana 4,3 milyar, sehingga hukuman pancung tidak jadi mengenainya. Ditambah Mbo' Darsem mendapat durian runtuh dari masyarakat Indonesia sebesar 1,9 milyar yang empati terhadapnya. Sungguh beruntung Mbo' Darsem.

Ironinya, Jika pemerintah cepat bertindak dengan segera mentrasfer uang 4 milyar, berharap Nazaruddin segera menuntaskan  "Nyanyian"-nya, mengapa tidak dengan para TKW kita? Bersusah payah keluarga korban mengadukan nasibnya, namun tanggapan pemerintah terkadang tidak seperti yang diharapkan. Padahal di luar sana, mungkin masih banyak "Ruyati-Ruyati" lain yang tercengung, menunggu uluran tangan serta bantuan.
Atau mungkin lebih tepat kita mengambil perumpamaan dengan kasus Shafa Azalia dan Azka. Mereka adalah 2 balita yang menderita sindrom Guillain-Barre (GBS). Azalia menunggak biaya Rp 300 juta sementara Azka memerlukan Rp 107 juta. Mengapa Pemerintah kita seolah menutup mata dan telinga mereka atas kasus ini?. Memikirkan nasib Azalia dan Azka yang tidak mampu membayar serta respon pemerintah yang tidak mungkin diharapkan, Di sini malah masyarakat yang tergerak untuk meringankan beban mereka dengan membentuk komunitas "Seribu Rupiah" untuk Azalia-Azka. dan Alhamdulillah, di hari pertama komunitas ini berhasilkan mengumpulkan dana kurang lebih 100 juta rupiah.
Yang jadi pertanyaan? di manakah Para Pesohor Negeri Ini ?? 

Dalam kasus Mbo' Darsem dan Azalia-Azka, masyarakat cepat sekali memberikan respon positif. Sumbangan sukarela pun dikelola. Karena apa? yah itu tadi, mengharapkan pemerintah bertindak cepat, sementara rakyat sudah bosan. Rasa-rasanya, belum pernah saya dengar, rakyat mau iuran memulangkan koruptor yang pergi kelayapan ke luar negeri. Toh, tanpa iuran, sang tersangka pasti bisa pulang sendiri.

Seandainya saja Nazaruddin bukan Nazaruddin, Tersangka kasus suap ataupun mantan bendahara umum salah satu partai besar di negeri ini. Seandainya Nazaruddin adalah salah satu dari kasus Ruyati ataupun pengidap GBS seperti Azalia-Azka, mungkin dana 4 milyar tidak secepat itu bakal berpindah tangan. Seandainya saja dia adalah Ruyati, sampai berlumut di Kolombia pun, pasti tak ada yang ingat namanya. Tapi, begitulah "Ironi Bangsa Ini". Mau diapakan lagi.... 4 milyar sudah dikeluarkan, semoga ini tidak menjadi sia-sia. Kasus yang dulu sempat dihebohkan, harusnya cepat diselesaikan.

@relocate B 1141 VFI

Selasa, 13 Maret 2012

Cermin Dalam Kamar Mandi

Saya teringat awal ketika produk pemutih wajah begitu gencarnya diperkenalkan. Saya baru mulai kuliah saat itu. Saya tak ingat persis yang mana, tapi saya pernah mencoba memakai salah satu produk tersebut, tidak lama-lama karena kurang cocok. Dan dari masa itu hingga sekarang, tak terhitung lagi banyaknya aneka produk pemutih kulit yang ditawarkan berbagai produsen. Cara mereka beriklan pun semakin luar biasa cerdik. Putihnya kulit dihubungkan dengan peluangnya menemukan cinta, dengan putihnya hati nurani, dengan kebahagiaan, hingga perebutan jodoh dalam tujuh hari. Gosong akibat kebanyakan beraktivitas di bawah terik matahari tidak lagi menjadi alasan yang spesial. Mereka yang kurang putih digambarkan murung, tak mendapat perhatian cukup, selalu dilewatkan oleh sang pujaan, alias tak bahagia. Sementara mereka yang sudah putih atau akhirnya berhasil putih menjadi lebih semringah, diperhatikan orang-orang, dan mendapatkan cinta. Singkat kata, LEBIH BAHAGIA.
Melihat iklan-iklan itu, saya jadi bertanya-tanya, mengorek-ngorek ingatan saya : pernahkah saya bertemu kasus di mana seseorang ditinggalkan karena kurang putih? Atau pernahkah saya sendiri, ketika harus menentukan pasangan, mendasarkan penilaian saya atas kadar melanin kulit mereka? Jujur, saya belum pernah. Pada akhirnya, yang membuat saya betah bersama dengan seseorang adalah kecocokan, ketersambungan sinapsis, hati, dan jiwa. Sesuatu yang tak bisa diverbalkan atau bahkan divisualisasikan. Dibutuhkan waktu sepuluhan tahun, hingga akhirnya saya memahami bahwa kata 'memutihkan' cenderung menyesatkan (beberapa perusahaan lantas memilih kata 'mencerahkan' karena dianggap lebih realistis). Dibutuhkan pengalaman hidup untuk akhirnya mampu menyimpulkan bahwa tampilan fisik, termasuk di dalamnya: warna kulit.  bukanlah penentu dalam menghadirkan cinta dan kebahagiaan. Dibutuhkan pula obrol-obrol dengan para insan periklanan dan perfilman untuk tahu bahwa bintang iklan pemutih kulit memang sudah putih dari sananya. Kalaupun kurang putih, masih ada lampu, bedak, dan sulap digital yang mampu menghadirkan citra apa saja yang dimau sang pengiklan. Dibutuhkan juga buku genetika dan matematika untuk akhirnya memahami mengapa para perempuan tak henti-hentinya berlomba-lomba mengikuti standar cantik masyarakat, dan para pria tak usainya berpacu menjadi yang paling kaya dan sukses, di luar dari batas logika mereka.

***Beberapa hari yang lalu, saya terlibat diskusi dengan beberapa teman pria saya. Mereka mempertanyakan, kenapa kok pasangan-pasangan mereka, tak henti-hentinya menyoalkan berat badan, gaya busana, kecantikan kulit, dan sebagainya. Saya berceletuk, karena kompetisi genetika. Mereka yang lebih cantik akan punya peluang lebih besar untuk mendapatkan pasangan. Argumen saya dibalas lagi: tapi kan mereka sudah memperoleh pasangan—yakni, teman-teman saya tadi. Lalu, kok masih terus-terusan repot? Mereka repot berdandan untuk siapa, dan untuk apa? Padahal teman-teman saya tidak merasa memberikan aneka tuntutan atas penampilan mereka. Kalau sudah cinta, ya, cinta saja. Jika kaum perempuan mendengar pernyataan itu, pastilah mereka bilang bahwa teman-teman saya itu spesies langka, atau mungkin cuma munafik. Tidak ada pria di muka Bumi ini yang tidak menginginkan pasangannya cantik dan menarik. Namun saya tidak terburu-buru melempar komentar senada. Apa yang dibilang teman-teman saya cukup logis, memang. Kalau pasangannya sudah dapat, jadi buat apa lagi repot?
Lalu saya berceletuk lagi, bahwa selama perempuan itu masih subur, dan selama pasangannya pun masih sanggup bereproduksi, kompetisi genetika tidak akan pernah selesai. Baik perempuan, maupun laki-laki, akan selalu berada di bawah bayang-bayang kendali primordial mereka: prokreasi. Agenda genetika hanya satu: kelangsungan hidup dan replikasi diri. Bagi kaum hawa, kebutuhan itu lantas diterjemahkan menjadi kompetisi keamanan dan kepastian bagi dirinya serta keturunannya. Bagi kaum adam, penerjemahannya adalah kompetisi menjadi yang terkuat agar  berpeluang besar untuk meneruskan keturunan. Dalam perkembangan peradaban, tentu konsep ini pun semakin canggih dan berlapis-lapis, walau jika dikupas isinya sama-sama saja. “KUAT” pada zaman batu berarti cerdik dan tangguh hingga mampu menghadapi ancaman predator.”CANTIK” pada zaman itu artinya subur hingga mampu beranak banyak. Sekarang, “KUAT” berarti aset finansial, “CANTIK” berarti dada-pinggul besar, berdandan seksi, cerdas, dan seterusnya. Silakan dikupas, dan kita akan menemukan inti yang sama: “Keamanan dan jaminan Prokreasi”.

***Seumpama jerapah yang berevolusi hingga lehernya panjang, otak manusia pun berkembang sedemikian rupa hingga kita bisa berkomunikasi dengan akurat sampai akhirnya menjadi spesies penguasa. Dilihat dari proporsi tubuh kita, para hewan akan melihat bayi manusia sebagai makhluk aneh dengan otak yang terlampau besar. Dan itulah hadiah evolusi untuk manusia. Sebagai makhluk tak bercakar, tak bertaring, dan kulit yang terlampau halus, manusia berhasil menjadi spesies dominan karena kecanggihan otaknya dan keterampilan jemarinya. Manusia bukan pula semata-mata budak genetika. Evolusi spesies kita menghadirkan satu elemen lain, yang dikenal dengan istilah: Akal Budi. Lewat Akal Budi pulalah lantas tercipta “Aku” atau Ego”. Binatang tak memiliki ini. 'Aku' otomatis menciptakan 'Kamu', 'Kita', 'Mereka', 'Dia'. 'Aku' menciptakan keterpisahan. Dan 'Aku' jugalah yang mendambakan penyatuan. Inilah dualitas mendasar, harga yang harus dibayar untuk menjalankan kehidupan sebagai spesies bernama Manusia. 'Aku' adalah sarana vital agar kita semua mampu melangsungkan hidup, tapi 'aku' juga bisa menjadi sumber segala bencana—jika kita hanyut dalam ilusi yang dihadirkannya. Hadiah evolusi ini menjadi pedang bermata ganda. Kini, kita melihat dan menuai hasilnya. Di satu sisi, dibungkus dengan konsep cantik seperti 'asmara' atau 'gaya hidup', manusia bisa mengeruk habis isi bumi dan kecanduan sensasi indrawi. Disisi lain, dibungkus dengan konsep adiluhung seperti 'cinta' dan 'ilahi', manusia pun bisa menjadi malaikat pelindung bagi makhluk lain, berpuasa, bahkan hidup selibat. Hewan, yang sepenuhnya dikuasai agenda genetika, tidak akan mengenal konsep berpuasa demi kesucian. Instingnya akan selalu mengatakan "makan" jika lapar, dan "kawin",  jika musimnya kawin.

Dari sesuatu yang pernah saya ketahui. Saya menemukan banyak fakta menarik. Kesenjangan DNA antara simpanse dengan gorila ternyata lebih jauh tiga kali lipatdibandingkan dengan kesenjangan DNA antara simpanse dengan manusia. Yang artinya, manusia lebih mirip simpanse, ketimbang simpanse dengan gorila—yang padahal di mata kita sama-sama “Monyet”. Konon, Carolus Linnaeus memisahkan manusia dari bangsa hewan hanya karena takut dimarahi pihak gereja. Pada kenyataannya, kita bertetangga lebih dekat dengan binatang, ketimbang antar binatang itu sendiri. Tidakkah ini lucu? Saya tergeli-geli ketika tahu fakta itu. Betapa dahsyatnya aparatus bernama 'aku' sehingga kita dimampukan untuk mengabaikan fakta dan lantas menyebut diri makhluk mulia. Pernahkah kita renungi, bahwa terlepas dari kemampuan manusia untuk menjadi sungguhan mulia, tapi atas nama Kemuliaan, kita sering terlena dalam ilusi kolektif kita sebagai representatif agung yang ditunjuk Tuhan untuk menjadi penguasa langit dan bumi hingga tak sadar bahwa kita pun sedang membunuhnya secara perlahan? Inilah yang menjadikan manusia makhluk paradoks yang luar biasa. Kita adalah arena pertempuran antara gen yang pada dasarnya hanya ingin mereplikasi diri, tapi isi agendanya tak selalu sejalan. Kita adalah konflik yang berjalan di atas dua kaki, dari mulai kita bangun pagi hingga kembali tidur.

Kembali pada obrolan saya dengan teman-teman saya. Mungkin sama seperti Anda, pada titik ini mereka pun garuk-garuk kepala, mengapa pembahasan soal iklan pemutih bisa berkembang liar menjadi urusan taksonomi, genetika, dan matematika? Saya pun berkata, bahwa gelinya saya ketika tahu segitiga DNA manusia-simpanse-gorila sama dengan gelinya saya waktu menonton iklan pemutih wajah itu. Apa yang mereka reklamekan sesungguhnya bukanlah perlombaan menuju bahagia, melainkan perlombaan genetika yang tak ada hubungannya dengan kebahagiaan, putihnya hati, atau cinta sejati. Sebaliknya, kita berpotensi besar untuk berpacu menuju ketidakbahagiaan, karena agenda genetika tak mungkin dipuaskan. Muncullah pertanyaan kami bersama: apa gunanya tahu tentang perbudakan gen ini kalau memang tidak bisa dilawan? Saya pun kembali merenung. Mungkinkah itu dilawan? Tidakkah hal tersebut menjadi konflik baru? Mungkinkah, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah menyadarinya? Dan mungkin saja, dari penyadaran itu, kita lebih awas dan hati-hati dalam bertindak, dalam memilih, dalam memilah? Hingga kita bisa lebih bijak dan menahan diri untuk mengonsumsi sesuatu? Hingga pedang bermata ganda ini dapat dipakai dengan Konstruktif, bukannya Destruktif ?. Mengetahui sesuatu tak selalu berujung pada perlawanan. Karena perlawanan tanpa kebijaksanaanakan berujung pada perang Reaksioner yang sia-sia. Tak selamanya tombol primordial itu 'buruk', bagaimanapun tombol-tombol itu ada untuk pertahanan diri dan merupakan paket dari eksistensikita. Namun tak selamanya pula tombol-tombol itu harus terus dipenuhi dan diberi reaksi. Dengan laju peradaban dan kapasitas manusia yang kini begitu luar biasa, seringkali kita memang harus lebih banyak menahan diri—bukan atas nama penyangkalan, tapi justru untuk kelangsungan kehidupan bersama, Koeksistensi dengan semua makhluk, termasuk spesies kita sendiri. Dengan demikian, kita lebih bisa memusatkan fokus dan energi kita untuk hal-hal yang esensial. Jika yang dicari putihnya hati, seberapa relevankah lagi zat seperti hydroquinone atau vitamin B3? Jika yang dicari adalah ketenangan batin, seberapa relevankah lagi papan sit-up, ikat pinggang penghancur lemak, pil pelangsing, sumpalan silikon, hidung lebih bangir, dan seterusnya? Dan seperti buta, kita justru melewatkan hal-hal yang membuat diri kita lebih tenteram dan mawas. Sore itu, di dalam kamar mandi saya bercermin, lalu bertanya pada diri sendiri: akankah saya bertambah bahagia jika kulit saya lebih putih, mulus tanpa cacat cela? Mungkin iya, mungkin tidak. Namun sanggupkah saya mentransendensi apa yang saya lihat di cermin, dan menyadari bahwa bahkan yang namanya kebahagiaan pun tak lekang, bahwa terbebasnya kita dari konflik—meski hanya semenit-dua menit adalah kedamaian sejati, yang hanya bisa dilakukan bukan dengan menahan melanin atau menghapus keriput, tapi menyadari dan menerima keadaan kita apa adanya sekarang ini, fisik dan juga mental? Saya rasa, itulah pertanyaan yang sesungguhnya. Dan saya pun tahu, pertanyaan semacam itu tak akan laku jika diiklankan. Namun saya juga yakin, pertanyaan itulah yang menggantungi setiap dari kita, spesies manusia, dan menggetok kepala kita satu hari, pada satu momen yang sempurna.

Jumat, 24 Februari 2012

Kiamat Memang Sudah Dekat

Kiamat bagi sebagian orang adalah peristiwa magis yang cenderung komikal, melibatkan naga berkepala tujuh atau jembatan dari rambut yang dibelah tujuh yang disebut Jembatan Shiratal Mustaqim. Peristiwa ini merupakan intervensi pihak eksternal, yakni Tuhan, yang akan datang menghakimi manusia di hari yang tak terduga. Lalu, jika tiba peristiwa alam yang meluluh lantakkan sebagian besar Bumi sebelah utara, melenyapkan sebagian besar Eropa, menihilkan kehidupan di Rusia, menyusutkan populasi AS hingga separuh, merusak barat Australia, Jepang, dan menenggelamkan pesisir pantai dunia hingga enam meter, menciutkan populasi Bumi sekurangnya dua puluh persen, lalu membiarkan sisanya dicengkeram iklim ekstrem dan kekacauan global. Apakah ini cukup untuk sebuah definisi HARI KIAMAT ?


Namun pemahaman kita tentang ini merangkak lamban seperti siput dibandingkan alam yang bagai kuda mengamuk. Isu pemanasan global membutuhkan satu dekade lebih untuk diakui para skeptis dan birokrat. Di Indonesia, sumber energi alternatif baru ramai dibahas setelah harga BBM melonjak, setelah bangsa ini terlanjur ketergantungan pada minyak. Isu pengolahan sampah dapur hanya sampai taraf “bisik-bisik”, itu pun setelah gunung sampah longsor dan memakan korban. Selain upaya kalangan industri yang dirugikan oleh turunnya konsumsi energi fosil, lambannya respons kita juga disebabkan perkembangan sains ke pecahan-pecahan spesialiasi hingga fenomena yang tersebar acak jarang diintegrasikan menjadi satu gambaran utuh, dan tanpa sebuah modelanalisa yang sanggup menunjuk satu tanggal pasti, bencana katastrofik ini hanya menjadi wacana spekulatif. Sekarang ini bisa dibilang kita dibanjiri data dan gejala tanpa sebuah kerangka diagnosa.

Pengetahuan kita tentang akhir dunia pun stagnan dalam kerangka mitos biblikal yang sulit dikorelasikan dengan efek panjang kebakaran hutan atau eksploitasi alam, hingga lazimlah jika orang beribadah jungkir-balik demi mengantasipasi hari penghakiman tetapi terus membuang “sampahnya” sembarangan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman akan bahaya dari pemanasan global,dan tindakan nyata untuk meresponsnya dengan urgensi skala hari kiamat. Ada tidaknya hubungan knalpot mobil kita dengan cairnya es di kutub, bukankah kualitas udara yang baik berefek positif bagi semua? Lupakan plang 'Sayangilah Lingkungan'. Kita telah sampai pada era tindakan nyata. Banyak hal kecil yang bisa kita lakukan dari rumah tanpa perlu menunggu siapa-siapa. Perubahan gaya hidup adalah tabungan waktu kita, demi peradaban, demi yang kita cinta. Angkot kita satu dan sama yaitu Bumi. Tarif yang kita bayar juga sama, mau kiamat jauh atau dekat. Tidak ada angkot lain yang menampung kita jika yang satu ini mogok. Penumpang yang baik akan memelihara dan membantu kendaraan satu-satunya ini. Sekuat tenaga.

Minggu, 05 Februari 2012

Ada Apa Dengan WAZZUB ???

Hey... Sobat Blogger??? Apa kabarnya nich??
O.. ya,Langsung aja yach...
Sekedar info aja nich!! Beberapa hari terakhir ini, kita banyak melihat di Facebook, email dan SMS tentang Wazzub. Gw' juga sempet di wall-in sama temen. Intinya adalah mereferral kita untuk ikut bergabung di Wazzub. Dari kontribusi kita menjadi member kita akan medapat komisi dari wazzub, seperti itulah.



Sebuah situs yang akan menjadi mesin pencari (search engine) yang digadang-gadangkan akan menjadi pesaingnya Om Google (katanya sich...). Tetapi, gw melihat banyak hal yang sangat ganjil tentang Wazzub, apalagi kalau dikatakan Wazzub akan menjadi mesin pencari menyaingi si raksasa sekelas "Om" Google. Untuk sebuah ide atau cita-cita besar dengan niat yang baik, Wazzub jauh dari kredibilitas (menurut gw'.. setelah gw liad dan amati). Contoh faktanya :
  1. Tidak ada "member area" yang memungkinkan sesorang yang memiliki akun di Wazzub untuk melihat akunnya. Pada umumnya, sebuah situs yang mengharuskan seseorang sign in, pasti ada member area, untuk mengedit profil, foto, data diri, merubah password, merubah email dll.

  2. Domain yang digunakan sebagai domain utama Wazzub adalah dot(.)info, bukan dot(.) com. Sekedar informasi : Dot(.)info ini dalam urutan TLD (Top Level Domain) termasuk domain murahan. Bahkan Temen saya bisa buatkan Anda website www.bukanwazzub.info hanya dengan biaya Rp. 80.000, cukup murah bukan?. Yang jadi pertanyaan? Mungkinkah sebuah situs raksasa hanya menggunakan domain murahan yang bukan TLD tertinggi seperti dot com. Memang, www.wazzub.com juga bisa dibuka dengan tampilan yang sama tetapi tidak memiliki fasilitas referral.

  3. Silahkan buka www.wazzub.com dan buka di tab baru dengan alamat referral Wazzub milik Anda atau milik teman Anda. Lihat tampilannya. Saya mencoba membuka www.wazzub.com tertera jumlah usernya 531.000. sementara di link referral www.wazzub.info jumlahnya berjalan, ada count-nya.

  4. Sistem Wazzub dalam mengirimkan email verifikasi juga cukup unik, Wazzub seperti menganjurkan kita menggunakan email dari Gmail atau Yahoo dan tidak menyarankan penggunakan AOL dan HOTMAIL. Meskipun pihak Wazzub memberi keterangan bahwa mungkin saja terjadi kegagalan deteksi spam pada AOL dan HOTMAIL yang menyebabkan email verifikasi di kedua layanan email tersebut akan terganggu. Ada apa ini?

  5. Blog Wazzub yang beralamat di www.heywazzub.blogspot.com juga terbilang lucu. Blog itu dibuat dengan GRATIS alias tidak mengeluarkan biaya apapun dalam hosting maupun domainnya. Tampilan yang dipakaipun hanya menggunakan tampilan dasar, sangat mirip dengan hasil karya seseorang yang baru bisa ngeblog untuk pertama kalinya. Dan, di dunia ini banyak sekali situs blogging, kenapa Wazzub menggunakan Blogspot? Bukankah Blogspot itu milik Google? Bukankah Wazzub justru akan menjadi pesaing Google? eghmmm.... Sungguh aneh kan?
Hal-hal itulah yang diprediksi akan berdampak buruk terhadap kemungkinan pishing atau pencurian data user. Semisal, anjuran Wazzub menggunakan Gmail bisa jadi adalah cara Wazzub mencuri database dengan cara menyimpan akun Anda beserta password yang Anda gunakan untuk sign in di Wazzub.
Ingat, kebanyakan orang menggunakan password yang sama untuk berbagai email sign in. Kemungkinan ini bisa dimanfaatkan oleh Wazzub mencuri akun Anda di Yahoo atau email yang Anda pakai untuk mendaftarkan diri di Wazzub. Akun email anda bisa saja dicuri. Untuk apa? Bisa jadi untuk pishing, spamming, hingga hacking dan pencurian database.
Lalu bagaimana jika Anda ingin lebih aman dan mengamankan email Anda? Lakukan segera perubahan password pada akun email Anda. Perketat tingkat kesulitannya.
Jika Anda belum bergabung di Wazzub tetapi penasaran, coba saja masuk sign up dengan sebuah email yang tidak penting, atau email abal-abal. Sehingga jika prediksi ini terjadi, email primer Anda tetap aman.

Minggu, 29 Januari 2012

Single G' berarti Jomblo

Orang yang JOMBLO, sudah tentu SINGLE,
namun orang yang SINGLE belum tentu JOMBLO....#kalo menurut gw sich...

Sebenernya kalo mau dirunut-runut sih, single ato jomblo punya arti yang serupa. Tapi serupa belum tentu sama . Kebetulan gw baru aja nulis comment di wall facebook nya temen gw, gini : "gw itu singel" dan beberapa saat kemudian, temen gw balik nanya?  
"single apa jomblo? 
single...#jawab gw...cz gw paling anti dibilang Jomblo
"emang apa bedanya?? "
Nah.... dari ntuh... gw jadi tertarik nich untuk ngtrit kata yang kadang-kadang suka buat anak manusia jadi GALAU.... heeeheeheee.....:D
Dan sekarang gw akan coba“beberkan” beberapa hal yang membedakan kasta antara SINGLE dan JOMBLO#versi gw*ciiieeeee....laga'nya, sok banget.... heeheeee  #cekibrooootttt.......

Single = Marital Status... Bahasa gampangnya sih belum kawin, jadi belum tentu ga punya pacar atau sudah punya pacar.... ckckckckckkck.....#sedikit ambigu memang.
Bisa juga gini... Single itu masih ada yang suka tapi ga mao pacaran dulu karena dia mikirin kalo putus nanti dia bakal SAKIT HATI lagi, jadi mencoba untuk g gegabah cz kalo emang jodoh, pasti g bakal kemana?? #bener g'? .. Single itu Sebuah Pilihan, dalam arti kata, seseorang yang g mau pacaran dulu, bukan karna apa-apa, seorang single memilih mana kira-kira yang cocok banget untuk jadi pasangannya :D dan Dia menunggu untuk mencari kecocokan tersebut dengan sabar :D.. 

Sementara Jomblo = G punya pacar... Nah, disini nih sadisnya kesan si jomblo itu... Kalo jomblo itu Ga ada yang suka, dan yang ada di otak nya cuman pacaran pacaran pacaran , tanpa takut di tolak..... ckckckckckckckck... #heran gw..sama makhluk yang satu ini
Nah... kesan yang ga punya pacar itu loh... yang kadang diartikan gak laku, yah bahasa alusnya sih punya niat cari pacar tapi ga dapet-dapet ^_^. Kalo singel punya prinsip "Menolak" kalo Jomblo lain lagi... prinsinya "Ditolak.

Jadi kesimpulannya, SINGLE itu memang belum tentu punya pacar sih, tapi belum tentu juga ga punya.... Artinya SINGLE itu PILIHAN… sementara JOMBLO itu MUTLAK

Selain itu, single juga bisa diartikan tidak sedang ingin berhubungan atau mungkin saja baru putus, sementara jomblo boro2 putus, jadian aja kaga :) single juga bisa diartikan lagi asik sendiri dan belum pengen pacaran lagi, sementara jomblo pengen pacaran tapi ga punya pasangan... heeheeheee......

@agietha's_zones

Selasa, 17 Januari 2012

Nikmat yg Hilang akan di Gantikan Dengan Nikmat yg Lebih Baik

Yang berlalu biarlah berlalu, karena bagaimanapun semua telah berakhir.
Biarkan semuanya tenggelam bersama matahari.

Tidak usah menangisi kepergiannya. Dia tidak akan melihatku berdiri tertegun melihatmu, sekalipun hanya sedetik, karena engkau telah pergi meninggalkanku dan tidak akan kembali kepadaku selamanya.

Allah swt. tidak akan mengambil sesuatupun dari mahluknya,
kecuali Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik...

Kau akan melihat sendiri keceriaan wajahnya jika kau bertemu dengannya seolah kau memberikan kepadanya sesuatu yang kau sendiri memerlukannya.

Cintailah sesuatu yang kamu cintai sekadarnya saja, karena bisa jadi suatu saat nanti ia akan menjadi sesuatu yang kamu benci; Dan bencilah sesuatu yang kamu benci sekadarnya saja, karena bisa jadi pada suatu saat nanti ia akan menjadi sesuatu yang kamu cintai.

Tidak ada satu tarikan nafas pun yang Aku hembuskan, melainkan ada takdir yang dijalankan-Nya pada dirikuu. Karena itu, Aku Berserah kepada-Nya dalam setiap keadaan.

Semua pasti sudah direncanakan oleh-Nya.
Semoga semua ini membawa kebaikan untuk kita semua.

Masa lalu dapat kita gantungkan sebagai pajangan, tapi tidak perlu diacuhkan.
Kita harus mengurung, melupakan, mengikatnya dengan tali yang kuat agar tidak dapat
keluar berlari melihat cahaya.

Kita takkan bisa berlari dari kenyataan bahwa kita manusia tempatnya salah dan lupa.

Setiap manusia pasti punya kesalahan dan sakit hati tapi hanya yang pemberani dan berjiwa pengasih yang berani mengakui dan memaafkan.

Cinta adalah 3/4 mimpi-mimpi dan 1/4 kenyataan. Mulai timbul masalah kalau kau jatuh cinta pada mimpi mimpi itu, bukan pada kenyataanya. Tapi kau akan menemukan cinta sejati kalau kau jatuh cinta pada keduanya.

Cinta mungkin tidak akan berlangsung selamanya, tapi ia akan bertahan. Bertahan
begitu lama dan kuat, hingga kita tahu bahwa dia mengkhianati cinta kita

Kalau kau memusatkan perhatian untuk memberikan cinta, tugasmu akan terasa lebih kecil namun hasilnya besar. Kalau kau memusatkan perhatian untuk mendapatkan cinta, tugasmu akan terasa lebih besar namun hasilnya kecil

Hal yang tersedih adalah apabila orang yang mendatangi kita pergi berjalan menjauh, dan perasaan kita bertambah sedih seiring banyaknya langkah kaki saat ia meninggalkan kita.

Hanya seorang pecundang yang tidak berani mengungkapkan perasaan cintanya kepada orang yang dicintai.

Mengingat cinta dimasa lalu hanya menambah kita menderita kepedihan hati, dan akan berhenti hingga kita berhenti mengingat masa lalu menjadikannya pengalaman berharga, dan menemukan cinta sejati.

Aku adalah seorang yang telah kehilangan SINARNYA, kini hatiku gelap tapi aku terus berusaha mencari sinar yang akan menerangi hatiku kembali...

agietha's Philo's@PhilosophyZone's